PERDAGANGAN DALAM AL-QUR'AN
Di dalam Al-Qur’an, kata mal terulang sebanyak 25 kali dalam bentuk
tunggalnya. Sedangkan dalam bentuk jamaknya yakni amwal terulang
sebanyak 61 kali. ( Quraish Shihab, 1996 : 405). Dari sekian banyak
penggunaan kata harta (mal) baik dalam bentuk tunggal ataupun jamaknya
dalam al-Qur'an, mengisaratkan bahwa Allah menaruh perhatian yang cukup
besar terhadap sarana pemenuhan kebutuhan manusia yang berupa harta.
Dalam ajaran Islam, manusia adalah khalifah di bumi ini yang diberi
wewenang dan kekuasaan oleh Allah untuk mengolah dan mempergunakan harta
kekayaan tersebut sebagai sarana penopang kehidupannya. ( Q.S.
Al-Baqarah : 29 ). Akan tetapi, kepemilikan yang dimiliki manusia
hanyalah bersifat sementara, karma harta kekayaan tersebut suatu saat
akan kembali lagi ke pemilik hakikinya (Allah), ( Q.S. An-Nur : 33 ).
Salah satu alasan pelimpahan harta kekayaan kepada manusia adalah
sebagai bahan ujian (Al-Anfaal : 28), (al-Baqarah : 155). Allah ingin
menguji manusia dengan kepemilikan terhadap harta, apakah kemudian ia
menjadi orang bersyukur atau malah menjadi orang yang kufur.
PERDAGANGAN DALAM HADITS
Adapun dalam hadis, Rasulullah s.a.w. menyerukan supaya
kita berdagang. Anjuran ini garis-garis ketentuannya
diperkuat dengan sabda, perbuatan dan taqrirnya.
Dalam beberapa perkataannya yang sangat bijaksana itu
kita dapat mendengarkan sebagai berikut:
"Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat." (Riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim) "Pedagang yang dapat dipercaya dan beramanat, akan bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang yang mati syahid." (Riwayat al-Hakim dan Tarmizi dengan sanad hasan)
Kita tidak heran kalau Rasulullah menyejajarkan kedudukan
pedagang yang dapat dipercaya dengan kedudukan seorang
mujahid dan orang-orang yang mati syahid di jalan Allah,
sebab sebagaimana kita ketahui dalam percaturan hidup, bahwa
apa yang disebut jihad bukan hanya terbatas dalam medan
perang semata-mata tetapi meliputi lapangan ekonomi
juga.
Seorang pedagang dijanji suatu kedudukan yang begitu
tinggi di sisi Allah serta pahala yang besar nanti di
akhirat karena perdagangan itu pada umumnya diliputi oleh
perasaan tamak dan mencari keuntungan yang besar dengan
jalan apapun. Harta dapat melahirkan harta dan suatu
keuntungan membangkitkan untuk mencapai keuntungan yang
lebih banyak lagi. Justru itu barangsiapa berdiri di atas
dasar-dasar yang benar dan amanat, maka berarti dia sebagai
seorang pejuang yang mencapai kemenangan dalam pertempuran
melawan hawa nafsu. Justru itu pula dia akan memperoleh
kedudukan sebagai mujahidin.
Urusan dagang sering menenggelamkan orang dalam angka dan
menghitung-hitung modal dan keuntungan, sehingga di zaman
Nabi pernah terjadi suatu peristiwa ada kafilah yang membawa
perdagangan datang, padahal Nabi sedang berkhutbah sehingga
para hadirin yang sedang mendengarkan khutbah itu menjadi
kacau dan akhirnya mereka bubar menuju kepada kafilah
tersebut.
Waktu itulah kemudian turun ayat yang berbunyi sebagai
berikut:
"Apabila mereka melihat suatu perdagangan atau bunyi-bunyian, mereka lari ke tempat tersebut dan engkau ditinggalkan berdiri. Oleh karena itu katakanlah (kepada mereka) bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada bunyi-bunyian dan perdagangan itu dan Allah sebaik-baik Zat yang memberi rezeki." (al-Jumu'ah: 11)
Oleh karenanya, barangsiapa yang mampu bertahan pada
prinsip ini, disertai dengan iman yang kuat, jiwanya penuh
taqwa kepada Allah dan lidahnya komat-kamit berzikrullah,
maka layak dia akan bersama orang-orang yang telah diberi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin dan
syuhada'.
Dari fi'liyah (perbuatan) Rasulullah sendiri kiranya
cukup bukti bagi kita untuk mengetahui sampai di mana
kedudukan perdagangan itu, bahwa di samping beliau sangat
memperhatikan segi-segi mental spiritual sehingga
didirikannya masjid di Madinah demi untuk bertaqwa dan
mencari keridhaan Allah dengan tujuan sebagai jami' tempat
beribadah, institut, lembaga da'wah dan pusat pemerintahan,
maka Rasulullah memperhatikan pula segi-segi perekonomian.
Untuk itu maka didirikannya pasar Islam yang langsung
berorientasi pada syariat Islam, bukan pasar yang dikuasai
oleh orang-orang Yahudi seperti halnya pasar Qainuqa'
dulu. Pasar Islam ini langsung diawasi oleh Rasulullah sendiri.
Beliau sendiri yang mentertibkan subjek-subjeknya dan beliau
pula yang langsung mengurus dengan memberi
bimbingan-bimbingan dan pengarahan-pengarahan. Sehingga
dengan demikian tidak ada penipuan, pengurangan timbangan,
penimbunan, cukong-cukong dan lain-lain yang insya Allah
hadis-hadis yang menerangkan hal itu akan kami tuturkan di
bab Mu'amalat nanti dalam fasal halal dan haram tentang
kehidupan secara umum bagi setiap muslim.
Dalam sejarah perjalanan para sahabat Nabi, kita dapati
juga, bahwa di antara mereka itu ada yang bekerja sebagai
pedagang, pertukangan, petani dan sebagainya.
Rasulullah berada di tengah-tengah mereka di mana
ayat-ayat al-Quran itu selalu turun kepadanya, beliau
berbicara kepada mereka dengan bahasa langit, dan Malaikat
Jibril senantiasa datang kepadanya dengan membawa wahyu dari
Allah. Semua sahabatnya mencintai beliau dengan tulus
ikhlas, tidak seorang pun yang ingin meninggalkan beliau
walaupun hanya sekejap mata.
Oleh karena itu, maka kita jumpai seluruh sahabatnya
masing-masing bekerja seperti apa yang dikerjakan Nabi, ada
yang mengurus korma dan tanaman-tanaman, ada yang berusaha
mencari pencaharian dan perusahaan. Dan yang tidak tahu
tentang ajaran Nabi, berusaha sekuat tenaga untuk menanyakan
kepada rekan-rekannya yang lain. Untuk itu mereka
diperintahkan siapa yang mengetahui supaya menyampaikan
kepada yang tidak tahu.
Sahabat Anshar pada umumnya ahli pertanian, sedang
sahabat Muhajirin pada umumnya ahli dalam perdagangan dan
menempa dalam pasar. Misalnya Abdurrahman bin 'Auf seorang
muhajirin pernah disodori oleh rekannya Saad bin ar-Rabi'
salah seorang Anshar separuh kekayaan dan rumahnya serta
disuruhnya memilih dari salah seorang isterinya supaya dapat
melindungi kehormatan kawannya itu. Abdurrahman kemudian
berkata kepada Saad: Semoga Allah memberi barakah kepadamu
terhadap hartamu dan isterimu, saya tidak perlu kepadanya.
Selanjutnya kata Abdurrahman: Apakah di sini ada pasar yang
bisa dipakai berdagang? Jawab Saad: Ya ada, yaitu pasar Bani
Qainuqa'. Maka besok paginya Abdurrahman pergi ke pasar
membawa keju dan samin. Dia jual-beli di sana. Begitulah
seterusnya, akhirnya dia menjadi seorang pedagang muslim
yang kayaraya, sampai dia meninggal, kekayaannya masih
bertumpuk-tumpuk.
Abubakar juga bekerja sebagai pedagang, sehingga pada
waktu akan dilantik sebagai khalifah beliau sedang
bersiap-siap akan ke pasar. Begitu juga Umar, Usman dan
lain-lain.